hari kita adalah amarah
dimana anak-anak manusia
mengembara memikul-mikul dendamnya
hingga melupakan kembali
kampung nurani sendiri yang
dahulu digantung di atas rembulan
hari kita adalah api
dimana anak-anak manusia
lahap menelan matahari
hingga jiwa-jiwa jadi kemarau
kering tandus terbakar
menghanguskan sungai-sungai nurani,
dan api menjadi hitam
hari kita adalah kebencian
dimana anak-anak manusia
mencipta sejuta tembang dengan
sejuta syair hitam yang indah:
bersama menabur genderang
sambil menyanyikan lagu perang
“mari, mari menanam amarah
sirami dengan api dendam dan benci
maju, maju menangkan sejarah
bahwa kita memang berani mati”
hari kita adalah perang
dimana anak-anak- manusia
membuat sungai dari air mata
yang dibanjiri oleh darahnya;
kematian lebih penting dari kehidupan
di sini, kita bukan orang mati
melainkan bangkai-bangkai busuk
hari kita adalah darah
dimana anak-anak manusia
diteguk darahnya oleh bumi
hingga mual dan mabuk:
di sini kehidupan menjadi lembab dan amis
wajahnya menjadi vampire
menghisap darah dari apa saja
dari siapa saja yang tersisa
hari kita adalah air mata
dimana anak-anak manusia
meraung-raung menangisi
kematian yang dihidupinya sendiri
kehidupan yang dibunuhnya sendiri:
di sini kasih sayang tinggal cerita fiksi
dari para penyair krempeng, hingga:
tangis menjadi air mata
air mata menjadi peluh
peluh menjadi nanah
nanah menjadi air minum
air minum menjadi air mata
air mata menjadi batu
hari kita adalah penantian
dimana anak-anak manusia
merindukan kicauan burung
untuk sedikit menghibur embun
yang mendidih dan kering
menanti pucuk memucuk daun
tapi ini duka, ini luka
masih terlalu dalam dan kelam
bagi sebiji rasa rindu
tapi duka luka ini
adalah lembah yang gelap pekat
bagi setitik lentera yang
menggigil diterpa angin rimba
hari kita adalah kematian
dimana anak-anak manusia
menitip nyawanya kepada perang
mengalungkan jantungnya di langit
sebagai medali kematian yang mati
di mana anak-anak manusia?
Makasar, 14 April 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar