Rabu, 07 Desember 2011

aku baru mengerti

segala puji Allah yang
mengeluarkan bunyi dari getar
tanpa memisahkan keduanya


aku mengerti kasih ketika
cahaya mentari mengedip mataku
dari butiran embun selimut daun
dia telah mengirimku pagi
tuk belajar mengawali hari
dengan basmalah gerak

aku kemana mencari ruang sembunyi
bahkan wajahmu menjadi ruang itu
ruang-ruang yang menyatu tanpa batas
ah… rekah senyummu
menyekapku melampaui waktu

aku kemana mencari ruang sembunyi
bahkan wajahmu menjadi bunyi
suara tanpa bunyi tanpa suara
ah… indah tawamu sayap rupanya
terbangkan aku lampaui jingga pagi

aku mengerti mentari
sebagai ungkapan salam
tuk belajar mengawali hari
dengan basmalah getar

segala puji Allah yang
menyusun getar tanpa bunyi
seperti rasa tanpa dengar


Makassar, 02 februari 2008

senja yang lewat

puisi hamdan
























mendung yang menutup senja
slalu saja mengirim dingin
lewat sepoian anginnya


kau tau Alisa?
aku benci suasana itu

mendung yang menutup senja
slalu saja mendesak malam
ketika siang masih enggan berakhir


kau tau Alisa?
aku pernah tertipu olehnya

mendung yang menutup senja
slalu saja memaksa para unggas
hentikan nyanyi merdunya
padahal saat itu Alisa
aku sedang menyiapkan
musik iringan untuk mereka


mendung yang menutup senja
kali ini datang lagi di depanku
menggelapkan lalu mengipas dedaun
yang mestinya masih terlihat hijau
dan jendela tertutup lebih awal


kau tau Alisa? aku benci suasana itu
karena gelisahku selalu muncul olehnya;
"mendung yang menutup senja"


makassar, 26 november 2007

dongi-dongi

Puisi Rismayani
Kelas VII3
MTsN Mangempang Kab. Barru
ditulis dalam bahasa bugis
di Barru, Rabu 20 Februari 2008



engka dongi-dongi leppei pole saranna
engka ana’-ana’ natikkengngi dongi-dongie
naolliwi sibawanna nalao peddiriwi dongi-dongie
nappa naleppessengi ri lalengnge

dongi-dongi merpati maddarai ajena
engka ana’-ana’ makessingnge natikkengngi
natiwi lao bolana nappa naburai ajena
pajani ajena nappa naleppesengi

dongi-dongi merpati luttui mabela
laoni siba punnana



terjemahan dalam bahasa Indonesia
oleh hamdan, di Makassar, Minggu 24 Februari 2008


BURUNG MERPATI

seekor merpati lepas dari sarang
seorang anak menangkapnya pergi
dengan mengajak teman, menyakiti sang merpati
dilepas ia di jalan

sang merpati kaki berdarah
seorang anak berhati mulia menangkapnya
ajak ke rumah mengobat luka kaki
sembuh lalu dilepas

sang merpati kini terbang jauh
pergi bersama belai kasih alamnya

kasihan juga aku

puisi hamdan

kasihan juga aku kepada senyum
dimana ia menjadi ladang
untuk menanam benih bahagia

mengapa harus bebani senyum
sepenuhnya dengan bahagia
sedang ia juga dapat rekah di padang luka?

kasihan juga aku kepada bahagia
dimana ia menjadi ladang
untuk menanam benih senyum

mengapa harus bebani bahagia
sepenuhnya dengan senyum
sedang ia juga dapat rekah di padang duka?


Makassar, 07 maret 2008

bintang kecil: sepi

puisi hamdan

tuhan yang menyiapkan bijian
mentari bulan dan bintang
untuk memberi cahaya

jika engkau izinkan
sempatkan aku mengembarai sepi
di belantara yang gila ini

cukuplah aku sebiji bintang kecil
yang mengedipkan sunyi
pada gulitanya malam

hadirnya tidak mengusik
mentari bulan gemintang lainnya
tapi secukup membantu
benderangnya malam

kata bintang kecil;
“tidak semua kita harus
menjadi mentari atau bulan”

bintang kecil tak pernah
menanggal lepas kedip kemuning
dan senyum mungil sepinya
atau menenteng bonceng pergi
untuk sekedar mencicipi
rasa cakrawala cahaya

bintang kecil sepi
tasyakur dan ikhlas dengan keadaannya;
diselimut gelap dicibir kabut
diejek mendung disambar petir
dipadam siang dirayu bulan

ia tetap bintang kecil kedip kemuning
senyum mungil sepinya

tak perlu risau ia
akan selalu trima dan beri senyum
dalam zikir kerlip


bintang kecil sepi;
hanya yang mendekatnya
yang dapat melihatnya besar
:seperti juga tuhan

cahaya kemuliaan; tak terbatas
ruang waktu yang berubah
tak ada lebih lagi untuk esok
kecuali dia


makassar, 07 maret 2008

kenapa?

Karena kita hidup dari:

pajak pelacuran
harga tanda tangan
harga pembodohan
harga tarian
bunga luar taman
mahalnya kepalsuan
anggaran politik
belanja para pemabuk
pajak pinggir laut
pajak pinggir pantat
penjualan nama rakyat
pajak identitas
pajak orang stress
harga nenek moyang
hutan yang hilang
kemaluan yang kecil
keringat darah, hitam
harga air mata

karena kita baru belajar makan
dan hafal undang-undang
karena kita masih bisa: lari…!
karena kita masih bisa bilang:
“saudara-saudara sekalian
mohon maaf atas segala kesalahan
lalu kini dan nanti”

karena kita telah lupa pada Tuhan


Makassar, 12 Agustus 1998

in-door-nesia

 
door!

jika kita berani berperang atas nama tuhan
lalu atas nama siapa lagi kita berani berdamai

atas nama indonesia?
atas nama keberanian?

door!

bangsa ini memang sudah berani
menjual darah dan nyawanya dengan harga murah
sudah berani membuat neraka dan merobohkan sorga

bangsa ini lalu menjadi darah
neraka; bau amis kematian

door!

sedangkan dahulu ketika
nietzche bersama teman-temannya
telah membunuh tuhan
aku melihat indonesia
masih sempat mencebur wajahnya
berenang-renang ke kedalaman sinar bulan
cahaya bintang-bintang; bahkan
menimang dan memeluknya, erat

door!

masih terdengar indah suara
anak-anak dari bilik sekolahan:
“ini budi dan wati
mereka pergi sekolah
budi-wati anak pintar
dan rajin membantu ibu”

door!

masih terdengar khusyuk
kidung-kidung suci azan dan zikir
dari menara-menara allah
haleluya! subhanallah!

door!

anak-anak itu kini membungkus tuhan
dengan merah putih di kepala

door!

pagi, semoga datang membawa mimpi
tentang indosesia tanpa peluru


sungguminasa, 09 februari 2002